Kotak Makan Legendaris Yang Penuh Kenangan

rm
0


Republikmenulis.com -- Bagi generasi muda sekarang mungkin tidak semuanya merasakan serunya membawa bekal dalam wadah makanan yang ikonik dan mampu menarik perhatian semua orang, seolah serentak tanpa komando dan kompak hadir berjejet di ruang kelas sekolah-sekolah. Tidak hanya para pelajar bahkan sampai setingkat para pekerja pun turut membawa “Kotak Makan Legendaris” ini, sehingga wadah ini sudah dianggap menjadi bagian dari hidup. Inilah Tupperware, merk legendaris asal Amerika Serikat. Tidak hanya dikenal dengan produk “Kotak Makan” dan “Botol Minum”. Faktanya, wadah produk untuk keperluan rumah tangga lainnya juga ditawarkan. Tupperware merupakan produk wadah berbahan plastik, yang mampu mendunia berkat banyaknya pilihan varian fungsi produk, pilihan nuansa warna yang bervariasi serta kualitasnya yang kokoh.

 

Pada tahun 2013, bahkan Indonesia pernah menjadi pasar terbesar bagi Tupperware dengan penjualan lebih dari 200 Juta dollar AS. Ujung-ujungnya, tak ada gading yang tak retak, dan tak ada yang abadi di dunia ini. Tepat pada 19 September 2024 yang lalu, dunia dikejutkan dengan berita kebangkrutan Tupperware. Perusahaan ini dinyatakan secara resmi bangkrut dan gagal beradaptasi dengan era digital dimana perusahaan (justru) terus mempertahankan model penjualan secara langsung (Direct Marketing) yang sudah semakin ketinggalan zaman. Tak heran, penjualan mereka pun turun drastis, dari waktu ke waktu terus menurun, yang mengakibatkan perusahaan ini tidak sanggup lagi bertahan.

 

Kebangkrutan perusahaan Tupperware menyadarkan kita bahwa kerangka dan konsep kerja dengan metode lama yang kaku tidak akan sanggup selamanya mampu menjaga keberlanjutan perusahaan di masa depan. Jadi, dibutuhkan kemampuan untuk beradaptasi, karena hal itu adalah kunci utama dalam menghadapi perubahan zaman yang terus bergerak cepat. Menurut (Williams, 2010) diperlukan Manajemen yang adaptif dalam setiap pengambilan Keputusan yang tepat, dengan mempertimbangkan kesiapan manajemen dalam menghadapi berbagai tantangan berupa munculnya biaya untuk implementasi proyek jangka Panjang.

 

Sebagai merek ikonik dalam industri peralatan rumah tangga, Tupperware, telah mengalami perjalanan yang Panjang dari tahun 1946 sampai dengan tahun 2024. Kebangkrutan ini dapat dijadikan contoh oleh produsen lainnya, agar setiap Perusahaan mampu menghadapi tantangan dalam beradaptasi dengan perubahan pola konsumsi Masyarakat. Secara umum, konsumen kini lebih memilih bertranskasi jual beli melalui pasar yang lebih mudah diakses, seperti yang dipromosikan di platform digital seperti TikTok dan instagram. Dengan memanfaatkan e-commerce dan pemasaran digital, kini saatnya menjadi skala prioritas bagi setiap perusahaan untuk beradaptasi dan trasnsformasi digital karena sangat penting guna menjaga keberlanjutan bisnis.

 

Dari sudut pandang produsen, ini menjadi pelajaran penting tentang bagaimana perusahaan harus terus berinovasi dan fleksibel agar mampu bertahan di pasar yang selalu berubah. Jika tidak dilaksanakan, maka seperti halnya Tupperware, membuat akhir kisah dari perjalanan bisnisnya sendiri. Dari sudut pandang konsumen, kenangan indah terhadap Tupperware akan selalu ada, meski kini hanya menjadi bagian dari nostalgia.

 

Penulis: Nizamuddin Aulia Qutub & Muhammad Zidni Rizqon. Editor: Finantyo Eddy.

 

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)