Bisnis Resto Kini: Kenyamanan, Kelezatan, dan Sosial Media

rm
0


Republikmenulis.com
-- Pernahkah kita berfikir, mengapa di zaman sekarang masyarakat lebih tertarik makan di resto dibandingkan makan di rumah makan sederhana atau warung-warung biasa? Ternyata, berkunjung ke restoran bukan sekadar dipicu oleh kebutuhan seseorang untuk makan. Namun, menyantap hidangan di restoran sekaligus menjadi ajang sosialisasi dan gaya hidup. Banyak orang menganggap makan di resto lebih praktis, dapat melakukan pertemuan dengan rekan bisnis, hingga mengadakan acara spesial dengan keluarga, kerabat, ataupun teman. 


Akibatnya, pertumbuhan resto di sejumlah kota dengan berbagai konsep yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan konsumennya semakin menjamur. Apalagi sekarang muncul beberapa merek dagang kuliner secara franchise, yang tidak sedikit peminatnya, dan telah dikenal di semua kalangan. Hal itu berdampak pada kian berkembangnya industri layanan makanan di Indonesia. Makan di restoran cepat saji telah menjadi bagian dari gaya hidup sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama di kota-kota besar. Keterjangkauan harga, kecepatan pelayanan, dan lokasi yang strategis membuat restoran-restoran ini menjadi pilihan yang menarik untuk berbagai kalangan: mulai dari pelajar, pekerja kantoran, hingga keluarga. Menu yang ditawarkan juga sering kali disesuaikan dengan selera masing-masing. Sehingga lebih menarik bagi konsumen Indonesia. 


Jika dulu masyarakat lebih mengenal warung kopi atau rumah makan konsep sederhana, kini istilah itu seolah disulap menjadi lebih keren seperti: caffe, coffee shop, hingga resto. Resto adalah tempat makan dengan pilihan menu tidak hanya sebatas dengan kopi dan snack. Banyaknya pilihan menu, tentu membuat siapapun tertarik untuk mencobanya. Restoran biasanya menawarkan berbagai menu (variasi) yang lebih banyak, bahan-bahan yang lebih berkualitas, serta penyajian dan pelayanan yang lebih profesional. Salah satu alasan mengapa resto menjadi tempat pilihan, karena lebih bersih dan nyaman dibandingkan warung-warung biasa. Restoran memiliki standar kebersihan yang lebih tinggi dibandingkan warung kaki lima atau warung mie instant 24 jam, serta warung-warung biasa lainnya. Sehingga makanan di resto dinilai lebih higienis, aman, dan terjamin kualitasnya. Resto terkesan lebih formal dan modern. Sedangkan warung biasa lebih terkesan tradisional. Faktanya yang kita lihat, generasi sekarang membutuhkan tempat seperti cafe atau resto yang nyaman untuk menghilangkan rasa bosan dari kegiatan sehari-hari. Baik itu mahasiswa belajar atau para pekerja lelah dengan pekerjaan padat, dalam setiap aktivitasnya. 


Tren, gaya hidup serta perkembangan zaman menjadi alasan utama mengapa perubahan ini terus terjadi secara dinamis. Karakter generasi sekarang yaitu ingin agar eksistensinya terus dihargai secara sosial. Menurut Abraham Maslow, kebutuhan untuk dihargai merupakan salah satu kebutuhan yang muncul setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Teori Kebutuhan Hierarki atau dikenal A Theory of Human Motivation, yang dikemukakan oleh Abrahram Maslow tahun 1943 ini juga menjelaskan apabila kebutuhan dihargai telah terpenuhi maka akan memiliki dampak positif bagi orang tersebut yakni menjadi lebih percaya diri, bernilai dan memperkuat posisinya di kehidupan sosial. 


Oleh karena itu, tidak sedikit yang datang ke cafe/resto untuk memenuhi kebutuhan penghargaan yang akan memperkuat status sosialnya. Beberapa memiliki alasan hanya ingin tak ketinggalan dari teman atau lingkungan sosialnya, sehingga muncul prinsip: Asalkan bisa “mengikuti tren” atau “tidak ketinggalan zaman”. Kebiasaan ini juga tidak terlepas dari peran besar sosial media. Zaman sudah mengalami transisi teknologi analog berubah ke digital. Pada masa-masa inilah sosial media memiliki peran penting dan begitu banyak digunakan. Seperti Instagram, TikTok, Youtube, dan sosial media lainnya, dimana mampu menampilkan foto atau video dari berbagai jenis tempat kuliner/restoran dengan view lokasi yang menarik. Ditambah lagi dengan tampilan menu makanan yang terlihat lezat sangat menarik perhatian bagi yang melihatnya. 


Pada akhirnya, masing-masing pihak harus lebih bijak dalam mengambil sikap. Bagi mereka yang menampilkan tayangan di resto, baik gambar maupun video, harus memiliki sikap Empati, yakni memahami bahwa tidak semua orang berada di status sosial yang sama dengannya dan sebaiknya sadar untuk tidak menjadi rutinitas pamer secara terus menerus. Bagi yang melihat pun harus Ikhlas menerima tampilan gambar atau video yang ditayangkan seseorang, apabila mengambil sikap berbaik sangka tentu akan menjadi lebih mulia, siapa tahu yang menampilkan tayangan tersebut sedang mempromosikan resto usahanya atau resto keluarga maupun kerabatnya. Apapun itu, bisnis resto akan terus bergerak dinamis mengikuti zaman, dalam satu paket lengkap yang tak terpisahkan yaitu: Kenyamanan, kelezatan dan sosial media. 


Penulis: Siti Mariyah & Aulia Andini Hidayat. Editor: Finantyo Eddy 

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)