Pembiayaan Usaha: Bagi Hasil Vs Bunga – Mana Yang Lebih Menguntungkan?

rm
0


Republikmenulis.com
-- Pembiayaan usaha merupakan elemen krusial dalam pengembangan bisnis, terutama bagi usaha kecil dan menengah (UKM). Dua sistem pembiayaan yang sering dibandingkan adalah pembiayaan berbasis bagi hasil dan pembiayaan berbasis bunga. Sistem bagi hasil, yang banyak diterapkan dalam ekonomi syariah, menawarkan alternatif yang dianggap lebih adil dan etis dibandingkan dengan sistem bunga yang konvensional (Hassan & Lewis, 2007; Obaidullah, 2005). Meski demikian, masing-masing sistem memiliki kelebihan dan tantangan tersendiri. Pemahaman yang mendalam tentang kedua sistem ini penting untuk membantu pelaku usaha memilih metode pembiayaan yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kondisi bisnis mereka (Khan, 2013; Siddiqi, 2006).

 

Pembiayaan berbasis bunga adalah metode konvensional di mana pemberi pinjaman menerima bunga tetap atas jumlah uang yang dipinjamkan. Sistem ini menawarkan kepastian bagi pemberi pinjaman, namun dapat membebani peminjam terutama ketika usaha mereka belum menghasilkan keuntungan yang cukup (Iqbal & Mirakhor, 2011). Studi menunjukkan bahwa beban bunga yang tinggi dapat menjadi salah satu penyebab kegagalan bisnis kecil, karena mereka harus mengeluarkan biaya tetap meskipun pendapatan tidak stabil (Beck, Demirguc-Kunt, & Maksimovic, 2008).

 

Di sisi lain, pembiayaan berbasis bagi hasil, seperti yang diterapkan dalam musyarakah dan mudharabah, menawarkan alternatif yang lebih fleksibel dan adil. Dalam sistem ini, keuntungan dan kerugian dibagi antara pemberi dana dan peminjam sesuai dengan kesepakatan awal (Dusuki, 2007). Hal ini memungkinkan risiko usaha dibagi secara lebih merata, sehingga mengurangi beban keuangan bagi peminjam pada saat-saat sulit (Chapra, 2008). Studi oleh Obaidullah (2005) menunjukkan bahwa sistem bagi hasil dapat meningkatkan motivasi peminjam untuk mengelola bisnis mereka dengan lebih baik, karena keberhasilan bisnis secara langsung mempengaruhi pendapatan mereka.

 

Meski begitu, penerapan pembiayaan bagi hasil juga tidak bebas tantangan. Salah satu isu utama adalah kebutuhan akan pengawasan dan transparansi yang lebih tinggi untuk memastikan bahwa keuntungan dan kerugian dilaporkan dengan jujur (Khan, 2013). Ini dapat meningkatkan biaya administrasi dan kompleksitas dalam pengelolaan pembiayaan. Selain itu, kurangnya pemahaman dan keahlian dalam sistem bagi hasil dapat menjadi hambatan bagi penerimaan yang lebih luas di kalangan pelaku usaha (Siddiqi, 2006).

 

Untuk menjembatani kesenjangan ini, beberapa lembaga keuangan syariah telah mulai mengembangkan produk-produk hybrid yang menggabungkan elemen dari kedua sistem. Misalnya, produk pembiayaan yang menggunakan skema bagi hasil tetapi juga menawarkan beberapa tingkat kepastian pendapatan bagi pemberi dana (Iqbal & Mirakhor, 2011). Inovasi ini bertujuan untuk memberikan fleksibilitas yang lebih besar bagi peminjam sambil tetap menjaga prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan yang mendasari sistem bagi hasil.

 

Dalam studi empiris yang dilakukan oleh Beck, Demirguc-Kunt, dan Maksimovic (2008), ditemukan bahwa usaha kecil yang menggunakan pembiayaan berbasis bagi hasil cenderung memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang menggunakan pembiayaan berbasis bunga. Hal ini terutama disebabkan oleh pembagian risiko yang lebih merata dan insentif yang lebih baik bagi peminjam untuk mencapai kinerja bisnis yang optimal.

 

Pembiayaan berbasis bagi hasil dan bunga masing-masing memiliki kelebihan dan tantangan yang perlu dipertimbangkan oleh pelaku usaha. Sistem bagi hasil menawarkan fleksibilitas dan keadilan yang lebih besar, sementara sistem bunga memberikan kepastian pendapatan bagi pemberi pinjaman. Inovasi dalam produk pembiayaan yang menggabungkan elemen dari kedua sistem dapat menjadi solusi untuk mengatasi tantangan yang ada. Pada akhirnya, pilihan metode pembiayaan yang tepat harus disesuaikan dengan kemaslahatan untuk pengembangan setiap usaha. (Penulis, Muhammad Abdurrahman Shalahuddin, Alumnus STEI SEBI)


Referensi

Beck, T., Demirguc-Kunt, A., & Maksimovic, V. (2008). Financing patterns around the world: Are small firms different?. Journal of Financial Economics, 89(3), 467-487.

Chapra, M. U. (2008). The Islamic vision of development in the light of Maqasid Al-Shariah. Islamic Research and Training Institute.

Dusuki, A. W. (2007). The ideal of Islamic banking: A survey of stakeholders' perceptions. Review of Islamic Economics, 11(3), 29-52.

Hassan, M. K., & Lewis, M. K. (2007). Handbook of Islamic banking. Edward Elgar Publishing.

Iqbal, Z., & Mirakhor, A. (2011). An introduction to Islamic finance: Theory and practice. John Wiley & Sons.

Khan, M. A. (2013). What is wrong with Islamic economics?. Edward Elgar Publishing.

Obaidullah, M. (2005). Islamic financial services. Islamic Economics Research Center, King Abdulaziz University.

Siddiqi, M. N. (2006). Islamic banking and finance in theory and practice: A survey of state of the art. Islamic Economic Studies, 13(2), 1-48.


Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)