RepublikMenulis.Com - Tak lama lagi
masyarakat Indonesia akan memberikan suaranya pada pemilihan umum 2024, sebuah
event besar setiap lima tahun sekali. Dari Sabang hingga Merauke, di desa
maupun perkotaan, yang tercatat sebagai Warga Negara Indonesia dan memiliki
Kartu tanda Penduduk, semua memiliki hak yang sama untuk ikut andil memberikan
suaranya dalam Pemilu.
Di balik hingar bingar ‘Pesta Demokrasi’ itu, muncul Pertanyaan: Apakah tata cara pencoblosan telah di sosialisasikan kepada warga secara luas? Apakah warga telah paham apa yang akan dilakukan di bilik suara?
Permasalahan
Surat Suara yang tidak sah, faktanya, meningkat dari Pemilu tahun 2014 ke
Pemilu tahun 2019. Surat suara Pemilihan Presiden tidak sah sebanyak 1.379.690
di tahun 2014 kemudian naik menjadi 3.754.905 di tahun 2019.
Berdasarkan
pendekatan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi, akan memunculkan pertanyaan
lebih dalam yaitu: apa yang menjadi penyebab ‘surat suara tidak sah’ terus
meningkat setiap Pemilu (Ontologi), Bagaimana cara mengantisipasi agar dapat meminimalisir
‘surat suara tidak sah’ (Epistemologi) dan Untuk apa Upaya itu semua dilakukan
(Aksiologi).
Apa yang menjadi
penyebabnya?
Menurut catatan
KPU di tahun 2021, dikutip dari Kompas.com, Sebagian besar surat suara tidak
sah dikarenakan tidak di coblos. Penyebabnya yaitu desain surat suara yang
tidak praktis, dari segi ukuran dan tidak nyaman saat digunakan di bilik suara
sehingga berdampak pada sikap pemilih menjadi ragu, malas atau lelah untuk
mencoblos. Itu adalah penyebab secara teknis.
Hal ini pernah
menjadi evaluasi bagi KPU di tahun 2019, dimana tercatat bahwa surat suara
tidak sah untuk Pemilihan Presiden masih dalam kategori terendah. Apabila
disoroti lebih dalam, dan dibuat secara peringkat maka surat suara tidak sah
tertinggi yaitu: DPD, DPR Provinsi, DPR RI, DPR Kota kemudian terakhir dan
terendah adalah Presiden. Artinya, Surat Suara tidak sah yang tertinggi yaitu
DPD paling banyak tidak di coblos dan surat suara tidak sah terendah yang tidak
di coblos adalah Presiden-wakil presiden.
Penyebab lain
yaitu secara Sosiologis. Dikutip dari kolom berita kpu.go.id Oktober tahun
2019, sikap politik dari pemilih (voter) umumnya karena faktor sosiologis
dengan melihat latar belakang partai, nama calon dan isu termasuk didalamnya
unsur agama, etnik atau kedaerahan. Sikap politik dari pemilih tidak mencoblos
karena tidak adanya komunikasi yang terjalin antara Calon Dewan Perwakilan
Daerah (DPD), dimana calon tidak dikenal atau bahkan bukan domisili asli daerah
tersebut. Sehingga wajar saja, voter tidak mengenal dan ragu untuk mencoblos.
Bagaimana
cara mengantisipasinya?
Untuk merespon
pertanyaan ini, perlu ditinjau dari pendekatan teori. Berkaitan dengan permasalahan
kertas suara pemilu yang tidak praktis dari segi ukuran dan tidak nyaman bagi
penggunanya, maka teori yang relevan yaitu Teori Inovasi. Menurut dari Everett
M Rogers dalam buku “Diffusion of Innovations” (1983), inovasi adalah ide,
praktik, atau objek yang dianggap baru oleh individu atau unit adopsi lainnya.
Aspek "kebaruan" dari sebuah inovasi mungkin dinyatakan dalam bentuk
pengetahuan, persuasi, atau keputusan untuk mengadopsi. Hal ini didukung dengan
maraknya usulan agar kertas suara pemilu diubah menjadi lebih baru dan disederhanakan,
salah satunya dikutip dari “info singkat Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI”
(Umagapi & Sanur, 2021), dimana penyederhanaan surat suara memang
dibutuhkan untuk memudahkan pemilih dan petugas pemilu dalam menghitung hasil
akhir suara. Lalu, bagaimana hasil inovasinya?
Merujuk pada
Peraturan Baru Komisi Pemilihan Umum Nomor 14 Tahun 2023, mengenai Surat Suara,
tidak banyak berubah jika dibandingkan Surat Suara di Pemilu tahun sebelumnya
yaitu tahun 2019. Pada Pemilu tahun 2024 ini, pada pasal 6 tercantum bahwa
Surat Suara yang disediakan pada TPS sebanyak 5 (lima) lembar meliputi
pemilihan: Presiden dan wakil presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, Anggota DPRD
Provinsi dan Anggota DPRD Kabupaten/ Kota. Hanya di Provinsi DKI Jakarta yang
disediakan 4 (empat) lembar Surat Suara meliputi pemilihan: Presiden dan wakil
presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, dan Anggota DPRD Provinsi. Dikutip dari
CNN.com, Surat suara Pemilu 2024 dibedakan berdasarkan warna yaitu Warna
Abu-abu untuk surat suara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, warna merah
untuk surat suara Pemilihan Anggota DPD, warna kuning untuk pemilihan Anggota
DPR, warna Biru untuk surat suara Pemilihan DPRD Provinsi dan warna hijau untuk
surat suara Pemilihan DPRD Kabupaten/ Kota. Sejauh pengamatan, hanya ini saja
(penggolongan surat suara berdasarkan warna) inovasi yang dimunculkan di Pemilu
2024 dan warga wajib memahami masing-masing warna ini.
Upaya lain agar
surat suara menjadi sah yaitu pendekatan teori AIDA (Attention, Interest,
Desire, dan Action). Konsep AIDA ini pertamakali dikenalkan oleh Elias St Elmo
Lewis pada tahun 1898 dalam bidang Marketing. Konsep ini sedianya ditinjau dari
sudut pandang Produsen. Dalam kaitannya dengan pemilu, “produsen” dimaksud
adalah para calon legislatif dan juga calon presiden dan wakil presiden. Formula
ini paling sering digunakan untuk membantu mengenalkan atau memasarkan suatu
pesan secara menyeluruh, dimana perencanaan ini terdiri atas Attention
(Perhatian) atau Awareness (Kesadaran), Interest (Ketertarikan), Desire
(Keinginan) dan Action (Tindakan). Bagaimana praktiknya?
Attention/ Awareness, merupakan bentuk perhatian yang acapkali dilakukan para calon legislatif maupun calon presiden-wakil presiden. Pada Pemilu tahun 2024 ini, para calon ini umumnya telah memasang spanduk, baliho, dan media lainnya sebagai wujud menarik perhatian para pemilih (voter) dengan menampilkan foto wajah sekaligus nama calon, symbol dan atribut partai. Pada tahapan awal ini memang tidak mudah, untuk menaruh perhatian sekaligus memberikan kesan dan kesadaran akan pentingnya memberikan suara kepada para calon di pemilu 2024.
Interest, merupakan tahapan berikutnya yang mendorong keinginan para pemilih
(voter) untuk menentukan sikapnya memilih para calon. Pada tahapan ini para
calon umumnya menampilkan foto dengan berbagai gerakan bahasa tubuh, gaya
busana, dan foto gambar wajah besar mencolok, dengan tujuan agar mudah diingat dan
voter tertarik.
Desire, pada tahapan ini para calon umumnya mencantumkan janji-janji
kampanye ataupun jargon-jargon menarik serta mudah diingat, dengan tujuan agar
para pemilih memiliki Hasrat maupun ikatan emosional. Seperti contohnya, “Mendukung
ruang gerak generasi muda” atau “Melindungi Hak Wanita”, sehingga voter dengan
kategorisasi yang dimaksud akan terdorong secara kuat untuk memilih calon
karena ada janji kampanye secara ikatan emosional.
Action, merupakan tahapan paling akhir dimana Tindakan yang dilakukan cukup vital dan akan sangat menentukan. Pada konteks perniagaan, tentu akan terjadi aktivitas jual beli karena adanya tindakan yang dilakukan konsumen dengan telah memutuskan untuk bertransaksi memilih produk yang diinginkannya. Serupa dengan konsep Pemilu, tindakan mencoblos diharapkan bagi para calon agar mendapat perolehan suara. Pada tahap ini segala hal dapat terjadi, misalnya, berpindah transaksi pada produk lain karena adanya tahapan Attention, Interest dan Desire yang lebih menarik dari kompetitor lain. Atau bahkan kemungkinan terburuk lainnya yaitu tidak ada transaksi sama sekali alias golput. Oleh karena itu, para calon sepatutnya menjaga konsep AID para voter sampai batas akhir masa kampanye agar saat hari H pemilihan suara tidak terjadi golput, guna menyempurnakan konsep dari AID menjadi AIDA.
Untuk apa itu
semua dilakukan ?
Pemilihan Umum
di Indonesia akan menjadi sorotan di dunia Internasional, apabila
pelaksanaannya berjalan dengan baik maka hal itu akan menjadi citra yang
positif bahwasanya Indonesia mampu melaksanakan pemilu dengan tertib dan
lancar. Dengan keterlibatan semua entitas, baik warga negara, partai politik,
calon legislatif dan calon presiden-wakil presiden merupakan wujud sinergi yang
baik pada proses pemilu. Upaya yang dilakukan seperti inovasi pada surat suara dan
tahapan AIDA bertujuan agar pemilih suara (voter) dapat memberikan suaranya secara
tepat dan tidak ada yang golput. Semua ini dilakukan untuk menambah nilai
terhadap proses pemilu yang dilaksanakan, yakni mewujudkan pemilu tertib dan
lancar plus meminimalisir golput.
Hal ini sejalan
dengan Pancasila sila ke-5, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pemilu yang tertib, lancar dan mampu meminimalisir terjadinya suara golput merupakan
wujud keberhasilan pelaksanaan pemilu. Apalagi jika tidak adanya pihak yang
dirugikan, dimana warga memperoleh haknya untuk memberikan suara dan di sisi
lain, para calon memperoleh suara sesuai dengan yang diharapkannya, maka
keseimbangan pun terjadi, adil bagi semua pihak sebagaimana cerminan dari
Pancasila sila ke-5.
Bagi umat
muslim, banyak dalil yang membahas tentang keadilan salah satu diantaranya
yaitu
“Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil” QS. An-Nisa ayat 58.
Menurut Mahmud
al-Nasafi di dalam tafsirnya “Tafsir al-Nasafi” ayat ini dengan tegas
memerintahkan wajib untuk menjalankan Amanah Allah yang telah dibebankan kepada
manusia dan termasuk juga kewajiban dalam memilih Pemimpin. Dengan kata lain,
wajib memberikan suara pada pemilu dan tidak boleh golput. Dikutip dari
ibnukatsironline.com, Tafsir Surat An-Nisa, ayat 58, Amanat tersebut menyangkut
hak-hak Allah atas hamba-hamba-Nya dan memerintahkan agar amanah itu dapat
ditunaikan kepada yang berhak menerimanya karena Barang siapa yang tidak
melakukannya di dunia, maka ia akan dituntut nanti pada saat hari kiamat dan
dihukum karenanya.
Masih dengan
Surah yang sama pada ayat berikutnya:
“Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Ra-sul-Nya, dan ulil amri
di antara kalian” QS. An-Nisa ayat 59.
Ayat ini
merupakan perintah agar patuh kepada Allah, Rasul dan juga kepada Ulil Amri.
Dikutip dari Muhammadiyah.or.id, makna Ulil Amri ini berarti orang-orang yang
memiliki kekuasaan dalam mengurus hal-hal yang berkaitan dengan kemasyarakatan,
dalam hal ini adalah Pemerintah. Apabila pemerintah menyelenggarakan Pemilu dan
menghimbau kepada warga negara untuk memberikan hak suaranya, maka sudah
sepatutnya setiap warga negara Indonesia patuh dan menjalankannya serta
menghindari adanya golput.
Apa kesimpulannya?
Proses Pemilu
itu mencerminkan keterhubungan antar entitas dalam struktur demokrasi. Entitas
utama dalam konteks ini adalah Warga Negara, Partai Politik, Calon Legislatif
dan Calon Presiden-wakil presiden. Dengan adanya fenomena surat suara tidak sah
tersebut, itu berarti masih belum terjadi keterhubungan antar entitas. Masih
terdapat Gap yang harus dievaluasi bersama.
Dalam rangka
meminimalisir surat suara yang tidak sah, dari sisi Calon berupaya
mensosialisasikan dirinya ataupun partainya baik melalui media cetak maupun
online. Konsep AIDA diterapkan secara masif agar terjadi ikatan emosional
dengan para voter berupa spanduk, baliho, iklan TV, bahkan memanfaatkan sosial
media seperti Instagram, youtube dan tiktok. Diharapkan media informasi itu
semua dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada voter agar pada saat hari
H pemilu telah memiliki pilihan suara yang akan dituju, guna menghindari surat
suara kosong atau tidak dicoblos.
Dari sisi
Pemilih suara atau voter, diharapkan mampu memaknai pelaksanaan demokrasi lima
tahunan ini dengan turut berpartisipasi memberikan suaranya. Memaknai
pentingnya patuh pada pemerintah manakala ada himbauan agar memberikan hak
suaranya agar dapat dilaksanakan dan dipergunakan sebaik-baiknya. Selain itu,
voter diharapkan memaknai pentingnya berbuat adil termasuk didalamnya
memberikan suara kepada calon yang tersedia pada lembar surat suara sehingga
tidak hanya mencoblos pada gambar calon presiden-wakil presiden saja tapi juga
mencoblos gambar pada calon legislatif.
Dan pada
akhirnya, dengan berkaca pada pengalaman pemilu 10 tahun ini, menarik untuk
disimak pelaksanaan Pemilu tahun 2024, apakah masyarakat telah turut
berpartisipasi aktif dalam Pemilu atau
sebaliknya, justru surat suara tidak sah malah menjadi semakin meningkat
di tahun 2024. Semua ada jawabannya selepas tanggal 14 Februari 2023.
(Penulis Firmansyah, 2024, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Jakarta)
Referensi:
Sumber: http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-nisa-ayat-58.html
Sumber: http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-nisa-ayat-59.html
Sumber : https://muhammadiyah.or.id/ulil-amri-metode-rukyat-dan-hisab-bagi-muhammadiyah/
Sumber: Peraturan Komisi Pemilihan Umum
Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perlengkapan Pemungutan Suara, Dukungan
Perlengkapan Lainnya, dan Perlengkapan Pemungutan Suara Lainnya Dalam Pemilihan
Umum
Sumber: Samuel, Soehardjo (2021), Pengaruh
Attention, Interest, Desire dan Action Terhadap Efektivitas Iklan Spotify, Journal
of Accounting and Business Studies, Vol. 6, No. 2
Sumber Buku : Rogers, Everett.M (1983),
“Diffusion of Innovations”, Third Edition, The Free Press, A Division of
Macmillan Publishing Co., Inc.