RepublikMenulis.Com - Dukung penguatan ketahanan pangan, modernisasi irigasi dilakukan. Dari luas irigasi 761.542 hektare di 2014 menjadi 1.147.510 hektare pada 2024.
"Tidak ada yang bertahan selamanya." Begitu ungkapan penulis Sidney Sheldon. Begitu juga halnya dengan bangunan infrastruktur yang ada di tanah air, pada masa tertentu akan mengalami kemunduran--bahkan bisa jadi hancur--fungsi.
Adalah masa pengoperasian yang relatif lama, serta kurangnya penanganan operasi dan pemeliharaan, sebagai sebab utama. Hal semacam itu yang terjadi pada sejumlah infrastruktur jaringan irigasi di tanah air, yang tercatat mengalami penurunan fungsi.
Sekadar menyebut contoh, sebagaimana dilansir Serambi Engineering, Volume VI, No. 2, April 2021, jaringan irigasi Krueng Jreu di Provinsi Aceh. Jaringan tersebut mulai tidak berfungsi dengan baik ditinjau dari indikator kinerja irigasi dengan nilai indeks kinerja sebesar 75,19.
Indikator lain menurunnya fungsi jaringan irigasi adalah kekurangan air di lahan persawahan pada waktu-waktu tertentu, juga kehilangan air dari pintu pengambilan mencapai 25%--35% sebelum sampai ke areal petakan sawah.
Jaringan Irigasi Krueng Jreu sendiri merupakan salah satu irigasi tertua di Kabupaten Aceh Besar. Irigasi yang berlokasi di Kecamatan Indrapuri itu diresmikan Presiden Soeharto tahun 1972. Irigasi itu mengaliri lahan areal seluas 3.175 Ha di enam kecamatan.
Krueng Jreu berbatasan langsung dengan tiga kecamatan yaitu Kecamatan Montasik di sebelah utara, Kecamatan Kuta Cot Glie di sebelah timur, dan Kecamatan Darul Imarah di sebelah barat, serta Bukit Barisan di sebelah selatan.
Komitmen Pemerintah
Demi mendukung ketahanan pangan nasional, Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya. Di antaranya, pembangunan dan pengembangan jaringan irigasi baru, peningkatan tata kelola operasi, dan pemeliharaan jaringan irigasi, serta rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi jaringan irigasi.
Selain upaya-upaya tersebut, langkah lainnya adalah melakukan modernisasi irigasi. Tujuannya, untuk meningkatkan keandalan layanan irigasi menjadi lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan melebihi perencanaan semula.
Menurunnya fungsi irigasi, pada ujungnya akan berpengaruh pada upaya pemerintah mewujudkan ketahanan pangan dan ketahanan air secara nasional. Agar tidak berdampak buruk, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), segera bertindak, berkolaborasi dengan pemerintah daerah, mendorong implementasi modernisasi irigasi di tanah air.
Adapun modernisasi irigasi yang dimaksud adalah upaya untuk mewujudkan pengelolaan irigasi dalam rangka mendukung ketahanan pangan dengan meningkatkan layanan irigasi secara efektif, efisien, dan berkelanjutan. Caranya adalah dengan meningkatkan keandalan ketersediaan air, meningkatkan prasarana irigasi, pengelolaan irigasi serta sumber daya manusianya.
Mengutip pernyataan Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Mohammad Zainal Fatah di situs resmi pu.go.id, hingga 2023 ini Indonesia memiliki daerah irigasi (DI) seluas 9.136.028 hektare.
Dalam workshop “Tata Kelola Irigasi Bagi Penguatan Ketahanan Pangan” yang diselenggarakan Universitas Brawijaya, Kamis (19/10/2023), Zainal Fatah menjelaskan, modernisasi irigasi dilakukan melalui kegiatan perbaikan dan pembaruan keandalan penyediaan air irigasi, perbaikan sarana dan prasarana irigasi, penyempurnaan sistem pengelolaan irigasi, penguatan institusi pengelola irigasi, serta pemberdayaan sumber daya manusia.
Melalui modernisasi irigasi, diharapkan ada perbaikan dan peningkatan kinerja layanan irigasi secara menyeluruh, khususnya pada jaringan irigasi yang dikelola pemerintah daerah. Sehingga diharapkan, dapat meningkatkan produktivitas pertanian guna mencapai ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat.
Sejauh ini, merujuk data PUPR, implementasi modernisasi irigasi dilakukan di sejumlah tempat. Antara lain di DI Rentang, Provinsi Jawa Barat yang mengairi areal pertanian seluas 87.840 hektare di tiga kabupaten yakni Kabupaten Majalengka, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Indramayu, dengan memanfaatkan debit Sungai Cimanuk.
Hasil modernisasi irigasi tersebut, diperkirakan pada 2025 dapat meningkatkan indeks pertanaman hingga 280% di tiga kabupaten yang didukung DI Rentang. Selain modernisasi bendungan, demi membantu peningkatan produksi pangan, Kementerian PUPR telah pula melakukan pembangunan 61 bendungan pada kurun 2014--2024.
Dari ke-61 bendungan itu, sebanyak 52 bendungan dengan total kapasitas tampungan 3.746,51 juta m3 memilki potensi pemanfaatan layanan irigasi untuk 71 daerah irigasi. “Melalui pembangunan bendungan, luas irigasi yang dapat dimanfaatkan akan mengalami peningkatan dari awalnya 761.542 hektare (10,66%) pada tahun 2014 menjadi 1.147.510 hektare atau (16,17%) pada 2024. Sehingga indeks pertanaman yang semula rata-ratanya sekitar 137% akan meningkat menjadi sekitar 254%,” jelas Zainal Fatah.
Penulis: Dwitri Waluyo. Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari. Sumber: https://indonesia.go.id/kategori/editorial/7698/melongok-modernisasi-irigasi-di-aceh-dan-jawa-barat?lang=1.