Oleh Diana Eri Syafitri
Manusia dianggap sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Dengan karunia Tuhan, manusia diberikan kemampuan untuk memperoleh pengetahuan yang sangat berguna bagi kemaslahatan mereka di dunia. Dalam pandangan tersebut, manusia memiliki predikat "sebaik-baik ciptaan” yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. Keistimewaan ini disebabkan oleh kehadiran akal, sebuah aspek penting yang tidak dimiliki oleh makhluk lain.
Kemampuan berpikir rasional yang dimiliki manusia memungkinkan mereka untuk memahami, merenung, dan mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan. Ini memungkinkan manusia untuk merencanakan, memecahkan masalah, dan berkembang dalam berbagai bidang. Sebagai hasil dari potensi otak ini, manusia memiliki tanggung jawab untuk memanfaatkannya secara maksimal.
Mengoptimalkan potensi otak dan akal merupakan suatu kewajiban bagi manusia. Dengan mengembangkan pengetahuan, kreativitas, dan kemampuan berpikir kritis, manusia dapat menghadapi berbagai tantangan dan peluang dalam hidup. Hal ini memungkinkan mereka untuk mencapai tingkat kesempurnaan yang diharapkan sebagai hamba Tuhan. Prestasi dan pencapaian manusia dalam berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, seni, teknologi, dan moral, adalah manifestasi dari upaya mereka untuk mengaktualisasikan potensi yang diberikan oleh Allah SWT.
Dengan menghargai dan memanfaatkan akal yang diberikan, manusia dapat mengarahkan diri mereka menuju pencapaian yang lebih tinggi dan kemajuan bagi diri mereka sendiri dan masyarakat. Oleh karena itu, mengenali dan menghargai keistimewaan akal adalah salah satu cara untuk mewujudkan potensi manusia sebagai makhluk yang diutus di dunia ini.
Tak hanya itu saja, ternyata Allah SWT juga telah mengkaruniakan kepada manusia 3 (tiga) bentuk kecerdasan baku yaitu Intelligent Quotient (IQ), Emosional Quotient (EQ), dan Spiritual Quotient (SQ). Tapi tahukah sahabat apa itu yang dimaksud dengan IQ, EQ, dan SQ?
IQ Apaan Tuh? Yuk mari kita cari tahu satu per satu apa yang dimaksud ketiga kecerdasan tersebut.
IQ atau Intelligence Quotient merujuk pada kecerdasan intelektual atau yang biasa disebut dengan kecerdasan otak. Individu dengan IQ yang tinggi umumnya memiliki kemampuan berpikir logis yang baik, mampu mengolah informasi visual dan spasial dengan efektif, dan memiliki daya ingat yang kuat.
Selama hampir satu abad, pandangan global telah menganggap bahwa IQ adalah faktor penentu utama kesuksesan seseorang. Sebagai akibatnya, berbagai ujian masuk ke institusi pendidikan, universitas, dan dunia kerja selalu melibatkan pengukuran IQ.
Sahabat, tahukah kamu? Berdasarkan beberapa penelitian, IQ hanya memiliki peran sekitar 5%-20% dalam membantu seseorang mencapai kesuksesan. Bahkan, menurut Institut Teknologi Carnegie di Amerika Serikat, dari 10 ribu individu yang sukses, hanya 15% yang berhasil berkat kemampuan intelektual (IQ), sedangkan 85% berhasil karena faktor kepribadian (EQ). Jadi, apakah kamu yakin hanya mengandalkan IQ saja?
Eits, EQ Apaan Lagi Tuh?
EQ atau kecerdasan emosional adalah kemampuan individu dalam mengenali, mengatur, dan menilai emosinya sendiri. Lebih dari sekadar mengenali emosi diri, individu yang memiliki EQ yang tinggi juga memiliki kemampuan untuk memahami perasaan orang lain. Selain itu, mereka mampu mengantisipasi dampak emosi yang mereka miliki pada orang di sekitar mereka.
Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, bahwa IQ hanya berperan 20% saja dalam menentukan kesuksesan seseorang, berarti sisanya ditentukan oleh kecerdasan lainnya ya salah satu nya kecerdasan EQ ini. Bagaimana karakteristik individu dengan kecerdasan emosional yang baik? Orang-orang dengan kecerdasan emosional yang berkembang memiliki ciri-ciri seperti mampu memotivasi diri sendiri dan orang lain, memiliki kemampuan dalam menghadapi situasi frustrasi, mampu mengendalikan impuls emosional, tidak mudah terjebak dalam stres yang dapat menghambat kemampuan berpikir, dan memiliki keterampilan sosial yang baik seperti kemampuan bergaul dan empati terhadap orang lain.
Apakah cukup hanya dengan IQ dan EQ saja? Tentu tidak. Ada kecerdasan yang diberi nama SQ, so what is SQ?
SQ atau Spiritual Quotient merujuk pada kecerdasan spiritual. Kecerdasan ini melibatkan pemanfaatan wawasan spiritual dalam menghadapi tantangan sehari-hari dan meraih tujuan hidup. Individu dengan SQ yang tinggi memiliki pemahaman yang mendalam mengenai nilai-nilai, makna, dan tujuan hidup mereka. Elemen ketiga ini digunakan sebagai landasan untuk menggali potensi diri dan meraih pertumbuhan spiritual.
Saat individu berhasil mencapai kesuksesan melalui kombinasi IQ dan EQ, terkadang mereka merasakan kekosongan walaupun tujuan-tujuan mereka telah terpenuhi. Inilah mengapa SQ (Spiritual Quotient) menjadi penting sebagai pelengkap IQ dan EQ.
Kecerdasan spiritual menjadi dasar yang esensial untuk memungkinkan IQ dan EQ berfungsi dengan optimal. SQ juga dianggap penting untuk merubah IQ dan EQ menjadi kebijaksanaan dan pemahaman yang lebih dalam.
Setelah kita mengetahui terkait 3 kecerdasan diatas, sekarang pertanyaannya adalah apakah kita harus menyeimbangkan ketiga kecerdasan tersebut?
Ketika berbicara mengenai EQ, IQ, dan SQ, tidaklah tepat untuk hanya menekankan pentingnya salah satu jenis kecerdasan. Ketiga aspek kecerdasan tersebut memiliki nilai yang sama pentingnya. Keberadaan satu jenis kecerdasan tidak bisa menggantikan yang lainnya. Sebaliknya, keseimbangan antara ketiganya sangatlah penting.
Bayangkan saja jika seseorang hanya terfokus pada kecerdasan IQ tanpa memperdulikan kecerdasan EQ dan SQ. Mungkin ia dapat dikatakan sebagai orang yang cerdas otaknya, segala bentuk kejuaraan ia raih mulai dari juara kelas, olimpiade, bahkan berbagai macam perlombaan lainnya. Tetapi percuma saja jika perkataan ataupun perbuatannya masih sering menyakiti perasaan orang lain. Mungkin dia dapat dikatakan cerdas secara intelligent tetapi tidak emosionalnya.
Lalu bagaimana dengan mereka yang dari sisi intelligent dan emosionalnya sudah baik, namun lemah secara spiritualnya. IQ nya diatas rata-rata orang pada umumnya, ia pun mampu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Memiliki sikap empati dan suka menolong serta mampu merasakan perasaan yang dialami orang disekitarnya. Namun, ia tidak merasakan kebahagian. Mereka tidak tahu siapa jati diri dan tujuan hidup mereka. Jabatan, kekayaan, popularitas semuanya mereka dapatkan namun mereka tidak juga merasakan kebahagian. Mereka sibuk kesana kemari mencari kebahagian, bahkan hingga sebagian dari mereka melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan.
Itulah alasan mengapa sangat penting bagi kita untuk menyeimbangkan Ketika kecerdasan yang telah Allah SWT anugrahi kepada masing-masing dari kita. Baik itu kecerdasan intelligent, kecerdasan emosional, atapun kecerdasan spiritual. Yang mana tujuannya adalah agar kita mampu menjadi manusia yang bahagia secara hakiki. Ingat! Kebahagian itu bukan ketika mimpi kita didunia tercapai, bukan tentang kekayaan, jabatan, ataupun hal yang bersifat duniawi lainnya. Melainkan kebahagian itu ialah Ketika kita mampu menggapai bintang yang ada didalam hati kita sendiri. Bahagia itu adalah Ketika kita mengenal siapa diri kita, siapa tuhan kita, dan tahu hendak kemana kita akan menuju. Bahagia itu adalah Ketika kita sudah merasa cukup dengan kehadiran allah di hati kita.
Walau demikian, memang ada individu yang cenderung memiliki keunggulan dalam satu jenis kecerdasan dibandingkan yang lain. Hal ini adalah hal yang normal dan tidak perlu dirasa sebagai sesuatu yang mengecewakan. Namun, yang terpenting adalah tetap mengakui nilai dari jenis kecerdasan lain yang mungkin kurang dikuasai. Janganlah mengabaikan aspek kecerdasan lain yang masih perlu dikembangkan.
Kita sebagai manusia tetap harus mengasah dan mengoptimalkan kecerdasan-kecerdasan yang telah diberikan oleh Allah SWT tersebut. Teruslah berlatih dan berdoa kepada Allah SWT, dan minta agar dimudahkan dalam proses memaksimalkan kecerdasan tersebut. Yuk sabahat mari kita sama-sama menjadi manusia yang cerdas secara intelligent, emosional, dan spiritual.
Diana Eri
Syafitri berdomisili di Depok. Saat ini sedang menempuh
Pendidikan sebagai mahasiswi di Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI (STEI SEBI).
Selain aktif di Lembaga Dakwah Kampus dan organisasi lainnya ia juga mulai
tertarik di dunia kepenulisan akhir-akhir ini. Pesan singkat Pramoedya Ananta
Toer yang membuatnya semangat menulis yaitu “Orang boleh pandai setinggi
langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan
sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”. Mau sharing? Kenalan? Pembaca
bisa menghubungi melalui: Instagram: @dianersyaa & Email:
dianaerysyafitri08@gmail.com.